In Memoriam Drs. H. Soemardhi Thaher Tokoh Pendidikan Nasional asal Kuantan Singingi

In Memoriam Drs. H.  Soemardhi Thaher Tokoh Pendidikan Nasional asal  Kuantan Singingi
ALM.Drs.H.Soemardi Thaher
 
Wartalingkungan24.com - DULU orang RIAU belajar ke SUMATRA BARAT SEMENTARA ORANG Sumatra Barat  belajar ke LUAR NEGRI.
 
JIKA Riau mau maju, Bapak harus menyekolahkan anak-anak Riau ke luar negeri. Seperti halnya dulu Mohamad Hatta,  Agus Salim, Tan Malaka, Sutan Syahrir  dan lainnya dari Sumatera Barat  melanjutkan pendidikan ke luar negeri BELANDA
Jika Bapak tak sanggup menyekolah anak-anak Riau ke luar negeri TOLONG perhatikan nasib GURU di Riau. Didik mereka (guru)  secara profesional. Kasih mereka gaji yang memadai biar kehidupan mereka sejahtera. Jangan telantarkan mereka.
 
Tanpa guru tak ada orang pintar di atas dunia ini. Termasuk Bapak yang kini jadi gubernur di Riau.  Orang pintar adalah orang yang bisa menghasilkan orang-orang pintar melebihi dari dirinya sendiri.
 
ITULAH  kutipan dialog singkat antara Ketua Dewan Mahasiswa  Universitas Riau (UNRI) Pekanbaru, *SOEMARDHI THAHER* dengan Gubernur Riau,  Brigjen (Pur) *H. ARIFIN ACHMAD*. Puluhan tahun sudah berlalu tapi isi dialog itu masih kontekstual dan layak untuk disimak.
 
Orang“pintar” Sumatra Barat  yang dulu sekolah ke luar negeri kelak menjadi orang penting dalam perjalanan republik ini.  
 
Jasa mereka dikenang dan  dihargai. Nama mereka diabadikan sebagai nama jalan, gedung, monumen, tugu, perguruan tinggi, dan lainnya. 
 
Mereka juga  diangkat sebagai *PAHLAWAN NASIONAL* atas pengabdian dan  jasa-jasa mereka yang ikut berjuang merebut, mengusir,  dan mempertahankan kemerdekaan.
 
Orang “pintar” dari  Kuantan  Singingi sebut saja  dua Rektor *UNRI* Pekanbaru: *Dr. H. M. DIAH, M.Ed* (1993-1997) dan *Prof.  Dr. Ir. H. ARAS MULYADI, DEA.* (2014 – 2018 dan  2018-2022) juga lulusan luar negeri. 
 
M. Diah asal Pangian menyelesaikan gelar Master Education (M.Ed) dan Philosopy (Phd) di University of Illinois, Amerika Serikat (1972-1978). Sedangkan Aras Mulyadi asal  Simandolak menyelesaikan  master dan doktornya di Universite D'aix Marseille II, Prancis (1991-1995).  
 
*MAAF*… Tidak bermaksud sedikit pun membandingkan  dengan lulusan dalam negeri yang juga pintar-pintar. Bahkan mungkin lebih pintar dari lulusan luar negeri itu. 
 
*DRS. H. SOEMARDHI THAHER*  adalah salah seorang tokoh kelahiran Desa Pulau Busuk, Kecamatan Inuman, Kuantan Singingi. Dia dikenal sebagai  sosok pendidik (guru), wartawan,  seniman, birokrat, dan politisi andal.  
 
Kendati selalu merendah dan menyebut dirinya *TAK LAYAK* disebut seorang *TOKOH*. Namun kenyataan sejarah tak bisa dibantah. Namanya terpatri, abadi, disebut, dicatat, dan diakui sebagai tokoh secara nasional bahkan internasional dalam perjalanan bangsa ini. 
 
Setakad ini bisa dihitung putra  Kuantan Singingi yang berkiprah di pentas nasional. Baik itu di jenjang birokrasi, politisi, maupun organisasi.  Saking sedikitnya  bisa dihitung dengan jari. 
 
Misalnya dalam kepengurusan inti *PB PGRI*. Sejak organisasi itu berdiri sampai sekarang   hanya tercatat  nama _Drs. H. Samad Thaha, M.B.A asal  Benai,  Drs. H. Soemardhi Thaher asal Inuman, dan Drs. Huzaifah Dadang Abdul Gani, M.Si_ asal  Kuantan Hilir kelahiran Pulau Midai, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau yang duduk di situ. 
 
Nama terakhir (Drs. Huzaifah Dadang Abdul Gani, M.Si) pernah menjabat Kepala Organisasi Perangkat Daerah di lingkungan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau dan Kota Tanjungpinang.  
 
Di masa pensiunnya sebagai abdi negara sekarang juga  menjabat sebagai  Ketua Umum Ikatan Warga Kuantan Singingi *(IWAKUSI)* Tanjungpinang-Bintan, Provinsi Kepulauan Riau dan berbagai organisasi sosial kemasyarakatan, olahraga, dan lainnya di Provinsi Kepulauan Riau.
 
Di dunia politisi yang berhasil  melenggang jadi anggota parlemen (sekarang DPR RI)  hanya Buya Ma’rifat Mardjani dari Partai Islam Persatuan Tarbiyah Islamiyah pada era Presiden Soekarno.  
 
Selanjutnya Drs. H. Samad Thaha, M.B.A anggota DPR RI  era Presiden Suharto dari Golkar, Drs. H. Soemardhi Thaher angota DPD RI era Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono serta Dr. Hj. Misharti, S.Ag., M.Si anggota DPD RI dan Mafirion dari Partai Kebangkitan Bangsa anggota DPR RI era Presiden  Joko Widodo.
 
*PERJALANAN* Soemardhi sebagai seorang pendidik (guru), wartawan,  seniman, birokrat, dan politisi andal cukup panjang dan berliku.  
 
Umur 16 tahun ketika tamat *SGB* Telukkuatan,  Soemardhi sudah menjalani petualangannya sebagai *GURU* di salah satu *SD* terpencil di  pedalaman Peranap, Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu).  
 
Kemudian Soemardhi pindah ke SD Teladan di Rengat. Lalu melanjutkan pendidikan Kursus  Guru A di Rengat. Dari situ ia melanjutkan pendidikan“tugas belajar” di  *IKIP* Jakarta Cabang Pekanbaru yang kini menjadi *FKIP UNRI*. Ia kuliah di  jurusan IPS/Sejarah.
 
Selama kuliah Soemardhi pernah menjadi Ketua Senat di IKIP dan Ketua _Dewan Mahasiswa UNRI._  Ia juga ikut merintis pendirian Surat Kabar Kampus _Bahana Mahasiswa_  bersama sejumlah tokoh mahasiswa lainnya seperti  Syamsul Bahri Djuddin (IPS/Sejarah). 
 
Di koran kampus inilah perjuangan sebagai wartawan   dilanjutkan putra asal Kuantan Singingi lainnya seperti Rospan  Namu (Bahasa Indonesia) asal Pangian, Abu Bakar Sidik (Kimia) asal  Baserah, Mafirion asal Jake. 
 
Bersama _Prof. Drs. H. Suwardi MS_  mereka mendirikan  Surat Kabar  *GENTA*. Izin pendirian *GENTA* dikeluarkan Dirjen Pers dan Grafika yang diajukan oleh Yayasan Penerbitan Masyarakat Sejarawan Indonesia pada  September 1979.  
 
Di Surat Kabar Genta, Soemardhi tercatat sebagai Redaktur Pelaksana pertama. Sedangkan Suwardi MS merupakan Pimpinan Redaksi. Jejaknya sebagai wartawan di Genta diikuti putra  Kuantan Singingi lainnya seperti  Drs.  Indrasal (Pulau Aro), Abu Bakar Sidik (Baserah), Mafirion (Jake), Drs. Karmawijaya (Kari), Dati Suryana (Pangian), Arwin  (Lubuk Jambi), dan Maswito (Sentajo).
 
Bersama Drs. Indrasal, Drs. Kadri Yafis, Drs. Nasril Noor M.Pd.,  Maswito, Hendri  Burhan, dan Yuhendrizal tahun 1993  Soemardhi mendirikan  *TABLOID POTENSI.* Tabloid  bulanan  beroplah 10.000 eks itu selalu ditunggu murid SD di Provinsi Riau setiap awal bulan. Sayang tabloid anak-anak ini hanya berumur dua tahun. Tahun 1995 tabloit itu tutup.
 
*SOEMARDHI* Thaher juga punya andil dalam menumbangkan rezim Presiden Soekarno pada masa Orde Lama lewat Kesatuan Aksi Mahasiswa (KAMI) tahun 1965. Namun perjuangan yang mereka lakukan waktu itu beda jauh dengan perjuangan mahasiswa zaman sekarang.
 
_“KAMI tahu Soekarno itu salah. Tapi KAMI tidak pernah mencaci makinya. Kenapa?  KAMI tau jasanya banyak untuk bangsa ini dibandingkan KAMI,”_ katanya.
 
Hal ini mungkin *TERBALIK* dengan perjuangan mahasiswa saat reformasi tahun 1998. Ketika  menumbangkan Presiden Soeharto tuduhannya  Suharto dan kroninya terlibat  *KKN* atau kolusi Korupsi dan Nepotisme. Tuduhan itu tidak *PERNAH* terbukti.  Sampai Suharto meninggal dunia tidak ada vonis dari *PENGADILAN*  yang menyatakan Suharto dan kroninya terlibat  *KKN*.
 
Namun lihatlah kenyataan  sekarang. Pentolan  mahasiswa yang dulu dengan berani berteriak: *“KITA ENYAHKAN KKN DI BUMI PERTIWI”*  _sekarang malah yang terlibat KKN._ Tak seluruhnya memang. Tapi realitasnya  menggambarkan ada oknum mahasiswa seperti itu. Jejak digitalnya bisa dilihat di internet.  
 
Usai menamatkan  tugas belajar sebagai sarjana muda  di *UNRI* dengan gelar *BACHELOR OF ART* atau BA, Soemardhi sudah minta beasiswa kepada Gubernur Riau Arifin Achmad melanjutkan program strata satu atau sarjana lengkap untuk meraih gelar *DOKTORANDUS* atau Drs. ke  IKIP Medan. 
 
Tapi sebelum berangkat ke Medan, Soermadhi malah ditawari  jabatan sebagai kepala Dinas P dan K Pekanbaru.  Jadilah *SOEMARDHI THAHER, B.A*  Kepala Dinas P dan K termuda waktu itu di Indonesia. Akhirnya gelar program strata satu diselesaikannya juga di *FKIP UNRI*.
 
Waktu jadi Kepala Dinas  P dan K itu kata Soermardhi, dirinya sempat galau. Pasalnya ia harus memberikan penilaian kepada kepala sekolah yang lebih tinggi golongan  dari dirinya.  
 
“Saya hanya golongan pangatur (IIc) harus memberikan penilaian kepada kepala sekolah yang rata-rata golongan penata (III),” ujarnya.
 
Namun  Gubernur Riau Arifin Achmad sahabat sekaligus teman diskusinya  memberikan keyakinan dan semangat. 
 
_“Soemardhi yang memberikan  penilaian itu bukan dirimu pribadi yang baru golangan II-c tersebut. Tapi jabatanmu sebagai kepala dinas. Jangan ragu. Pena itu berada di ujung jarimu. Gunakan dan manfaatkan pena itu,”_ pesan Arifin Achmad yang menjadi Gubernur Riau sejak tahun 1966 - 1978.
 
Barulah kata Soemardhi, pikirannya tenang.  Pegawai yang golongan lebih tinggi dari dirinya tidak ragu lagi minta penilaian. Beres…. sebuah persoalan selesai. Setelah itu persoalan lain mampu diselesaikannya tanpa minta bantuan dan saran lagi kepada sang sahabatnya itu.
 
Dari sini jabatan Soermardhi terus naik. Ia pernah menjadi Dosen Akademi Pemerintahan Dalam Negeri (APDN) Pekanbaru.  Sebelum pensiun, ia menjadi Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Riau dan mendirikan yayasan yang mengelola pendidikan dekat rumahnya di Jl. Indrapuri – Hang Tuah, Pekanbaru.
 
 
*PERJALANAN* Soemardhi dalam bidang organisasi terkait dengan dunia pendidikan di antaranya adalah Ketua *DPD PGRI*  Kota Pekanbaru dan  Provinsi Riau ke-7. Dimasa kepemimpinan  Prof. Dr. H. Mohamad Surya, ia menjabat salah seorang Ketua PB PGRI (1984-1989) dan Sekretaris Jendral PB PGRI (1989-2004)
 
Sedangkan perjalanan karier didunia politik dimulai ketika ia menjadi pengurus DPD Golkar Pekanbaru dan Riau. Terakhir menjadi anggota DPD RI Daerah Pemilihan (Dapil) Riau (2004-2009).  Dalam pemilihan anggota DPD RI Dapil Riau, Soemardhi  meraih  suara terbanyak *226.570* menyusul: Dinawaty, S.Ag (140.069), Intsiawati Ayus, S.H (125.890), dan Dra. Hj. Maimanah Umar (124.159).
 
Soemardhi tidak pernah *DIKALAHKAN* oleh usianya. Pada usia senja, 70-an tahun, ia masih tercatat sebagai penasehat di Ikatan Keluarga Baserah Pekanbaru. Tetap aktif memberikan sumbangsih pemikiran dan masukan untuk kemajuan daerah. 
 
 
*PERJALANAN* karier Soemardhi  dalam dunia pendidikan cukup panjang dan berliku.  Setamat SD di Baserah, dia melanjutkan pendidikan Sekolah Guru Biasa (SGB) di Telukkuantan. Teman seangkatannya adalah Suwardi MS asal Sentajo dan  Anwar Syair asal Sibarakun. Kelak kedua sahabat itu menjadi dosennya ketika melanjutkan tugas belajar di  *UNRI*.
 
Guru-gurunya di SGB ketika itu di antaranya adalah Samad Thaha asal Benai, Intan Djuddin (Simandolak),  Muchtar Lutfi (Baserah), Yusuf  (Telukkuantan), dan M.  Noer Rauf (Baserah) sangat sayang kepada putra kelahiran Pulau Busuk Inuman ini yang ganteng dan cerdas ini.
 
Kelak guru-gurunya menjadi tokoh penting dalam perjalaan Provinsi Riau. Sebut saja Samad Thaha pernah jadi anggota DPR RI, Intan Djuddin (anggota DPRD Riau), Muchtar Lutfi (Rektor UNRI).
 
Sedangkan M. Noer Rauf pernah jadi Wedana di Telukkuantan, Selat Panjang, Dan ia juga ikut merintis pendirian SMP Negeri 1 Kuantan Hilir tahun 1952 s.d 1962. Dia bertindak sebagai Ketua Pembangunan dibantu oleh:  M.  Sidik (Bendahara),  Marjan (Tenaga Pendidik), Djamaluddin (Ketua Penggerak), Idris Miin (Tenaga pendidik) dan  M. Yakuf Hayati (Ketua POM). 
 
Sejarah juga mencatat ketika terjadi *PENGUSIRAN* orang Tionghoa dari Baserah, akibat  dari rentetan peristiwa G.30 S.PKI, M. Noer Rauf yang membela sehingga sampai kini orang Tionghoa bertahan hidup di Baserah.
 
 
*SETAMAT SGB*, Soemardhi ditugaskan jadi guru di daerah terpencil di Peranap.  Sementara kawan seangkatannya seperti Suwardi MS dan Anwar Syair melanjutkan ke Sekolah Guru Atas (SGA) di Tanjungpinang.  
 
_“Saya tak punya biaya melanjutkan pendidikan ke SGA seperti kawan-kawan yang lain. Orang tua saya tak mampu,” ujarnya mengenang_.
 
Di sinilah suka duka Soemardhi menjadi pendidik dimulai. Maklum,  usianya ketika itu baru 16 tahun. Masih muda, tapi  sudah mengajar murid-murid ada yang sebaya bahkan lebih tua dari dirinya. 
 
Menurut Soemardhi untuk mencapai sekolah tempatnya bertugas harus jalan kaki sejauh 11 Km dari Peranap.
 
"Ketika sampai di tempat tugas itulah selama tiga hari  selera makan saya  tidak ada. Rasanya saya ingin pulang meninggalkan kampung tempat saya bertugas,” ujarnya. 
 
Namun Soemardhi ingat cita-citanya. Menjadi guru adalah pilihannya dan ia harus menjadi guru yang benar. Inilah yang merubah pikirannya.
 
“Saya menjadi *GURU* sekaligus *BERGURU* kepada orang-orang tua di kampung tempat saya mengajar,” ujarnya.
 
Aktivitas Soemardhi sebagai guru mengalir ibarat air.  Pagi mengajar di sekolah. Siang olahraga bersama pemuda tempatan di lapangan. Malam hari mengajar ngaji di mesjid. Waktu luang dimanfaatkannya main band bersama pemuda tempatan.   
 
“Waktu itu ada juga yang sirik. Tapi itu hanya segelintiran orang saja,” ujarnya mengenang peristiwa itu. 
 
Di desa terpencil itulah Soemardhi  muncul sebagai sosok idola baru.  Ia dipanggil *PAK GURU* yang disayangi orang tua,  jadi idola anak muda, dan dicintai anak gadis. 
 
Banyak orang tua yang berkeinginan  menjadikan Soemardi sebagai menantunya. Dan, banyak pula anak gadis yang antri ingin merebut cintanya.
 
Namun Soermardhi  tak goyah dengan itu. Ia ingat dengan pesan “ayah angkatnya” *H. ISMAIL.*
 
 Suatu ketika sang ayah angkatnya itu berpesan: _“Bapak bangga Pak Guru  mengajar di sini. Tapi Bapak berharap Pak Guru bisa meraih impian setinggi langit.  Lanjutkan sekolahmu, Pak Guru!”_ pesan  H. Ismail yang memanggil Soemardhi dengan Pak Guru. 
 
Kemudian H. Ismail melanjutkan pesannya:  _lupakan sejenak kenikmatan duniawi itu. Sekolahlah tinggi-tinggi selagi ada waktu dan kesempatan. Di mana ada kemauan di situ pasti ada jalan."
 
H. Ismail merupakan sosok ulama, saudagar,   dan tokoh masyarakat setempat yang berpikiran jauh ke depan. H. Ismail merupakan teman dari H. Abdul Malik, orang tua dari Firdaus Malik pernah menjabat sebagai Sekretaris Wilayah Daerah Tk. I Riau (1985-1988), Wakil Gubernur Riau (1988 – 1993), dan Staf Alhi Menteri Pekerjaan Umum Bidang Pemberdayaan Sumber Daya Manusia.
 
H. Ismail juga orang tua dari Masfar Ismail, S.H_ - seorang aparat penegak hukum. Pernah menjabat Kepala Kejaksaan Tinggi di Riau, Kalimatan Barat, dan Jawa Tengah. Terakhir Sekretaris Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus di Kejaksaan Agung RI.  
 
*SOEMARDHI* merasa pesan  H. Ismail itu jadi lecutan bagi dirinya  untuk memacu pendidikan.  
 
Dari desa itu  Soemardhi pindah ke SD Teladan Rengat. Kepindahannya dilepas dengan doa, peluk cium, deraian air mata oleh masyarakat tempatnya mengajar. Rasa kasih sayang masyarakat tumpah ketika melepas kepergian Pak Guru yang mereka cintai itu.  
 
“Saya dipeluk, diciumi, dicubit, dan didoakan. Saya juga dibekali berbagai jenis makanan dan buah-buahan sebagai bekal di tempat baru bertugas,” kenangnya.  
 
Masyarakat terlanjur cinta dengan sosok Soemardhi. Mereka ingat bagaimana Pak Guru ikut turun ke sawah dan ladang membantu mereka mencangkul dan menanam padi.  Makan bersama di pondok. Bercerita dan bercengkrama layak orang tua dan anaknya.
 
Sosok Pak Guru  yang mengajar anak mereka di sekolah, mengaji di mesjid, main bola di lapangan, dan main band bersama anak muda terlampau sulit untuk dilupakan.
 
Dikalangan murid dan pemuda,  Soemardhi tak hanya dianggap sebagai guru tapi juga sahabat dalam suka dan duka, tempat mengadu dan belajar. Selama acara perpisahan itu air mata mereka tumpah tanpa mereka sadari. Mereka  ditinggalkan sosok idola yang entah kapan bersua kembali. 
 
*DI RENGAT* yang juga ibukota Kabupaten Indragiri Hulu, Soemardhi merasa leluasa  mengembangkan aktivitasnya.  Pergaulan dan jaringannya makin luas.
 
Dari  Rengat Soemardhi melanjutkan  pendidikan tugas belajar ke Pekanbaru, tepatnya di IKIP Jakarta Cabang Pekanbaru yang kini menkadi FKIP UNRI.  Soermardhi  didapuk menjadi Ketua Senat. Aktivitasnya sebagai mahasiswa semakin sibuk.  
 
Ketika ada pemilihan Dewan Mahasiswa UNRI, Soemardhi mundur sebagai Ketua Senat IKIP yang disandangnya. Ia  ikut bertarung dalam pemilihan ketua Dewan Mahasiswa UNRI yang akhirnya dimenangkannya 
 
Ketika menjadi Ketua Dewan Mahasiswa UNRI itulah, Sormardhi yang pintar dan supel dalam bergaul menjadi teman diskusi Gubernur Riau Arifin Ahmad.
 
“Pak Arifin tak tahu saya guru SD yang  mengambil tugas belajar di UNRI. Dia hanya tau saya Ketua Dewan  Mahasiswa UNRI,” kenang  Soermardhi.
 
Pernah suatu ketika   kata Soemardhi,  Gubernur Arifin Achmad mengundang  Kakanwil P dan K Riau berdiskusi soal pendidikan.   Gubernur juga mengundang dirinya dalam diskusi tersebut.
 
“Sebagai seorang guru yang lagi tugas belajar di UNRI, saya malu kepada Kakanwil waktu itu. Tapi mau apalagi. Malah saya yang banyak cakap,” kenang Soemardhi.
 
Waktu itu tanpa tendeng alang aling kepada Gubernur Arifin Achmad, Soemardhi mengatakan, jika ingin Riau maju perhatikan nasib gurunya.
 
“Kesejahteraan guru juga harus menjadi perhatian, sehingga guru bisa lebih bekerja keras dan telaten. Guru tidak bisa bekerja profesional kalau gajinya tak cukup untuk makan,” ujar Soemardhi kepada Gubernur Arifin Achmad.
 
Keping-kepingan perjalanan hidup Soemardhi bisa dibaca dalam bukunya _“Hujan Turun Rintik-rintik’_ 
 
*SOEMARDHI* yang terlahir dari pasangan *MOHAMMAD THAHER* dan *SITI INSA*, meninggal dunia Kamis 24 Maret 2020 di RS Awal Bross Pekanbaru. Kepergiannya juga meninggalkan  kenangan yang amat mendalam bagi orang yang mengenalnya secara dekat. 
 
Gubernur Riau, *Drs. H. SYAMSUAR, M.Si.* yang sedang berada di Bali ketika Soemardhi meninggal dunia mengatakan:  _"Almarhum salah seorang putra terbaik Riau. Beliau adalah tokoh pendidikan yang pantas jadi teladan kita semua,"_ kata Syamsuar seperti dikutif Riau Pos. go.id.
 
Syamsuar menambahkan jasa-jasa almarhum untuk kemajuan pendidikan di Bumi Melayu Lancang Kuning patut dikenang dan diapresiasi. Almarhum merupakan pejuang daerah yang konsisten. Itu dimulai sejak masih jadi guru di kampung, sampai menjelma menjadi tokoh pendidikan yang diakui nasional. 
 
Sementara Dosen Fakultas Ekonomi  UNRI, *Dr. H. EDYANUS HERMAN HALIM, SE., MS* menyebut Soemardhi adalah pendidik yang menjaga konsistensi  perjuangan sampai di hari senjanya. 
 
_"Beliau selalu mendorong generasi muda agar memiliki integritas. Beliau berjuang dari bawah sekali, hingga ini menjadi sebuah teladan,”_ ujar Edyanus. 
 
Soal konsistensinya mendorong kemajuan daerah tidak diragukan lagi. Dimata *ABU BAKAR SIDIK, S,Si,* politikus asal Kuantan Singingi yang juga pernah duduk sebagai Anggota DPRD Riau Dapil Kuantan Singingi dan Inhu. 
 
_"Kami kehilangan tokoh besar. Almarhum adalah seorang *GURU* _yang tidak_ *MENGGURUI*," _kata di ABBS – sapaan akrab politisi yang kini berlabuh di Partai NASDEM ini. 
 
Dalam mendidik, lanjut Abu Bakar, juga dalam menyampaikan pokok pikiran dan nasehat, Soemardhi justru lebih banyak mengajak berdialog. Hingga dirinya bisa merasa sangat dekat dengan 
 
Abu Bakar melihat Soemardi merupakan seorang yang punya prinsip dan juga seorang individu yang berpegang teguh pada prinsip-prinsip kebenaran. Apapun masukan, kritikan serta kepada siapa hal itu diarahkannya, tetap kental dengan semangat mendidik dan membangun. Ini sesuai serta selaras dengan nilai-nilai yang dianut masyarakat Riau.  
 
Sementara Guru Besar UIN Suska Riau *Prof. Dr. H. ALAIDIN KOTO*  menilai Soemardhi adalah sosok yang sangat pandai menghargai orang. 
 
"Saya sebenarnya malu. Beliau sangat menghargai orang. Buktinya beberapa kali beliau datang ke rumah saya hanya untuk mengucapkan rasa terima kasih,” kenangnya. 
 
Sudah dua tahun tulisan itu keluar,  Soemardhi masih datang ke rumah mengantarkan hadiah tanda terima kasih.“Saya menjadi malu juga mengapa rasa terima kasihnya terlalu besar atas tulisan itu dengan berulang-ulang datang ke rumah," tambah Alaidin. 
 
Alaidin merasa, tulisan yang dibuatnya soal Soemardi itu sama seperti tulisan lain yang pernah ditulisnya. Yaitu sebuah tulisan yang ditulis sesuai apa yang dia lihat dan rasakan. Namun dirinya tidak menyangka seorang tokoh pendidikan, usianya jauh lebih tua, bahkan pernah duduk di Senayan  merupakan seorang berkepribadian yang sangat rendah hati dan pandai menghargai. 
 
"Saya melihat, itulah salah satu sifat yang seharusnya kita punya. Sifat jiwa besar seorang tokoh. Karakter dan sifat dasar seorang gurunya tidak pernah hilang. Tetap merunduk dan  tetap merendah. Ini mengapa saya katakan, kita kehilangan tokoh besar dan seorang pemikir dari Riau," sebut Alaidin. 
 
_Alaidin juga menyebutkan, Riau saat ini sudah berangsur kehilangan tokoh besarnya yang punya komitmen kuat dan konsisten memberikan masukan untuk kemajuan daerah._ 
 
Jasadmu memang sudah lama meninggalkan kami. Namun kami tak pernah melupakan dirimu. *Jasamu tetap abadi dan akan kami kenang sepanjang hayat*
 
Sumber : Publishedby: Forum IKKS/IWAKUSI INDONESIA.